Selasa, 04 Mei 2010

PSIKOLOGI TRANSPERSONAL




Menurut psikologi sufi, ada 3 konsep dasar tentang manusia yaitu Hati, Diri dan Jiwa. Artinya dapat juga dikatakan – hati, diri dan jiwa adalah 3 komponen yang sesungguhnya yang menyatu dalam diri manusia yang menunjukkan kesempurnaan sekaligus kemuliaan seorang makhluk Tuhan, yang disebut manusia. Kesatuan hati, diri dan jiwa menjadi suatu kekuatan, merupakan energi yang mendorong segala perilaku, perbuatan.

Untuk memahami lebih dalam, mari kita perinci satu persatu apa makna esoterik dari ketiga komponen tersebut di atas.


HATI

HATI yang dimaksud dalam psikolog sufi adalah hati yang bersifat spiritual, misalnya: “hati yang bersih”, “Hati yang ikhlas”, “Mendengarkan dengan hati”.
Hati menyimpan kecerdasan dan kearifan yang mendalam. Ia lokus makrifat, Gnosis atau pengetahuan spiritual. Para sufi senantiasa berupaya menumbuhkan hati yang lembut dan penuh kasih sayang sehingga hati menjadi cerdas dan peka terhadap berbagai tanda-tanda alam. Konon katanya diyakini pula jika mata hati (mata batin) tajam, maka kita mampu melihat melampaui yang nampak dari pada hanya dengan kasat mata atau mata lahiriah kita – orang awam sering menyebutnya dengan intuisi. Kita mampu “menembus” di balik yang terlihat dan mampu “mendengar” di balik yang terdengar.

Hati yang merupakan “rumah cinta”, sebenarnya menyimpan ruh ilahiah yang mendasari sikap memperlakukan setiap orang dengan kebaikan dan penghormatan – sehingga dapat mewujudkan hubungan kemanusiaan yang mulia.


DIRI

Dalam psikologi sufi, DIRI disebut juga “Nafs” atau The Self dalam isu-isu psikologi kontemporer. Diri adalah aspek psikis yang pertama bahkan utama yang menjadi musuh terburuk manusia.

“Sesungguhnya nafsu menyuruh kita kepada kejahatan kecuali nafsu yang telah dirahmati oleh Tuhanku” (Q.S. Yusuf (12) : 53).

Kualitas diri yang sangat rendah dikuasai oleh Nafs Tirani yaitu kekuatan dalam hati yang menjauhkan kita dari jalan spiritual. Kekuatan-kekuatan ini mengakibatkan rasa sakit dan penderitaan yang dasyat dan mendorong kita untuk menyakiti orang lain bahkan yang kita cintai. Dalam psikologi sufi Nafs Tirani adalah akar dari distorsi pemikiran dan pemahaman serta sumber bahaya yang terbesar bagi diri kita dan orang lain. Oleh karena itu dalam perjalanan spiritualnya manusia harus berupaya membersihkan diri dengan cara yang memadai dan efektif untuk mentransformasi nafs tirani menjadi nafs yang suci. Metodenya antara lain termasuk observasi diri, disiplin diri dan melihat diri sendiri dalam diri orang lain.


JIWA

Jiwa memiliki tujuh aspek atau dimensi yakni; Mineral, Nabati, Hewani, Pribadi, Insani, Jiwa Rahasi dan Maha Rahasia.

Ketujuh dimensi tersebut di atas ini mencerminkan tujuh tingkat kesadaran. Melalui pemahaman dan penghayatan tentang diri, tingkat kesadaran ini diharapkan dapat bekerja secara seimbang dan selaras apalagi mengungkapkan hati, diri dan jiwa sesungguhnya adalah “satu”. Oleh karenanya dalam mencapai pengetahuan tentang diri atau ma’rifatun nafs diperlukan sebuah pendekatan yang holistik pula, bukan pendekatan linear dan partial – hanya dengan cara-cara yang monolog – komunikasi searah dan sepihak tetapi harus merupakan dialog, komunikasi efektif mencakup perenungan-perenungan seperti muhasabah, tafakur tentang diri serta hubungannya dengan alam semesta dan Tuhan. Saya diajarkan oleh salah satu guru spiritual agar menggunakan tugas dan pengalaman hidup sebagai bagian dari perjalanan spiritual kita artinya kehidupan keseharian itu sendiri menjadi praktek spiritual yang sangat dalam. Beliau mengatakan:
“sibukkan tanganmu dengan tugas-tugas duniawi dan sibukkan hatimu dengan Allah, kemudian integrasikan keduanya untuk mendapatkan makna yang hakiki”.

Seorang guru spiritual lain menyampaikan:
“Ketahuilah bahwa jalan menuju kebenaran ada di dalam dirimu sendiri”.
Proses pengenalan diri (ma’rifatun nafs) merupakan “proses selamanya” – atau “perjalanan seumur hidup” yang tak pernah berhenti. Karena perjalanan mengenal diri sama dengan perjalanan menuju pengetahuan tentang Tuhan – sang Khalik. Dan pengetahuaan tentang Tuhan adalah pengetahuan tak terbatas, tak terjangkau oleh pengetahuan yang terbatas tentang diri kita.

Di dalam psikologi transpersonal dikaji bahwa diri kita sesungguhnya adalah Roh (energi) yang telah menyatu dengan tubuh dan menyandang sifat cinta, kearifan dan kegembiraan.

7 Tingkat Kualitas Jiwa menurut Psikologi Transpersonal (tradisi sufi:

1. Jiwa Mineral
2. Jiwa Nabati
3. Jiwa Hewani
4. Jiwa Pribadi
5. Jiwa Insani
6. Jiwa Rahasia
7. Jiwa Maha Rahasia (sirr)

Tiap jiwa memiliki potensi yang berharga. Perkembangan spiritual yang sejati berarti perkembangan setiap jiwa secara seimbang, menyeluruh dan utuh.

Seperti yang sudah disampaikan di atas bahwa ada metode khusus yang lebih bersifat holistik untuk mengenal diri sejati seperti observasi diri, tafakur dan lain-lain.

Kegiatan pelatihan dan konseling terdiri dari serangkaian kegiatan yang saya susun sedemikian rupa dalam rangka membantu kita “mengenal diri”. Saya, pribadi secara jujur ingin mengembalikan segala upaya ini terpulang kepada setiap individu, kepada pribadi anda sendiri – dan Ridho Allah SWT.


By: Rani A. Dewi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar